SUARA PEMBARUAN DAILY
Sistem "Embung" Paling Ideal Memenuhi Kebutuhan Air Di NTT

KUPANG - Musim kemarau bagi sebagian besar masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan masa yang paling tak mengenakkan. Di musim panas tersebut, hampir seluruh wilayah ini mengalami masa kekeringan yang panjang. Inilah masa-masa paling sulit untuk menemukan air dan tak heran kalau harganya melonjak tinggi.

Tak jarang, untuk memperoleh seember air, masyarakat harus berjalan kaki berkilo-kilo meter. Itu pun mereka harus berebutan karena debit air yang tersedia terbatas sementara warga yang membutuhkan cukup banyak.

Potret di atas merupakan gambaran betapa berharganya air bersih bagi warga NTT. Tak berlebihan kalau masyarakat NTT selalu mendambakan sumber air yang bisa mencukupi kebutuhan mereka sepanjang tahun.

Persoalan air bersih memang menjadi salah satu faktor kerawanan yang ada di provinsi dengan luas 4,7 juta hektare lebih. Dengan musim hujan per tahun rata-rata empat bulan membuat warga daerah ini tak bisa banyak berbuat. Penduduk NTT yang berjumlah sekitar 3,5 juta harus bisa memanfaatkan curah hujan yang turun selama kurun waktu empat bulan tersebut untuk memenuhi kebutuhan air mereka selama setahun.

Gersang Dan Kering

Berdasarkan zona agroklimat provinsi NTT termasuk dalam daerah tipe D/E dengan persebaran curah hujan yang tidak merata. Curah hujan tertinggi di pulau Flores bagian Barat dengan, Sumba bagian Barat, Timor bagian Tengah dengan rata-rata curah hujan 1.200-3.00 mm per tahun. Hal ini terjadi karena di daerah tersebut masih memiliki hutan sekitar 35-40 % dari luas wilayahnya.

Sedangkan Pulau Flores bagian Timur, Alor, Timor bagian Selatan curah hujan rata-rata 800-1.200 mm per tahun. Kondisi ini terjadi karena di daerah tersebut luas kawasan hutannya di bawah 30 %. Sebagian besar (70%) wilayah daerah tersebut di atas hanya berupa semak belukar, padang rumput dan padang yang tandus. Tak heran di sepanjang wilayah hanya terlihat hamparan tanah luas yang tampak gersang dan kering.

Iklim wilayah NTT yang relatif kering ini tak hanya membuat air sumur kering tapi sungai pun banyak yang mengalami kekeringan bila datang musim kemarau.

Dengan kondisi alam yang demikian tak berlebihanlah bila muncul kerinduan masyarakat untuk bisa memperoleh sumber air yang bisa memenuhi kehidupan mereka. Paling tidak gersangnya lahan tak sampai menggersangkan kehidupan mereka.

Tak heran, kalau setiap kali ada acara tatap muka antara warga dengan pemerintah maka hal pertama yang terlontar dari warga setempatadalah persoalan air bersih. Sudah tak terhitung lagi berapa banyak keluhan warga yang terlontar soal air bersih ini.

Berbagai Upaya

Berbagai strategi coba diterapkan untuk mengatasi persoalan ini.

Di zaman Gubernur El Tari misalnya rakyat dipacu untuk selalu melakukan penanaman. Saat itu terkenal semboyan "tanam... tanam sekali lagi tanam". Di zaman kepemimpinan Ben Mboy muncul program operasi nusa hijau (ONH) yang dilakukan serentak dengan operasi nusa makmur (ONM) dan operasi nusa sehat (ONS).

Saat Hendrikus Fernandes menjabat Gubernur NTT muncullah program Gerakan Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (Gempar) dan program Gerakan Membangun Desa (Gerbades) serta penanaman 100 juta tanaman umur panjang.

Di masa kepemimpinan Gubernur NTT sekarang, Herman Musakabe diterapkan tujuh program strategis yakni pengembangan sumber daya manusia, penanggulangan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi, peningkatan ilmu pengetahun dan teknologi, program tata ruang, peningkatan sistem jaringan perhubungan serta pengembangan parawisata.

Pada intinya semua strategi pembangunan yang diterapkan pimpinan daerah adalah untuk memecahkan sekaligus mengatasi berbagai problematika di provinsi ini termasuk masalah kebutuhan air bersih warga.

Secara konkrit, pemda NTT telah berusaha untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Mulai dari pemasangan pipa dari sumber air ke tempat pemukiman masyarakat sampai penggalian sumur bor artesis coba diupayakan guna menanggulangi masalah air bersih ini.

Meskipun demikian, masih saja ada warga yang memang belum bisa terpenuhi kebutuhan air bersihnya. Berdasarkan berbagai penelitian akhirnya muncullah ide untuk memenuhi kebutuhan air bersih dengan sistem embung.

Paling Ideal

Penerapan sistem ini dianggap yang paling ideal, ekonomis dan efektif guna memenuhi kebutuhan air bersih warga. Sistem ini sebenarnya bukanlah suatu sistem yang baru. Karena pada tahun 1981 sistem ini sudah pernah diterapkan di pedalaman pulau Timor khususnya di Kabupaten TTS lewat kerja sama pemerintah Indonesia dan Australia. Teknologinya pun sangat sederhana tapi manfaatnya sangat besar bagi masyarakat.

Kontur tanah NTT yang kedap air memang sangat cocok untuk pembuatan embung. Sayangnya, embung atau danau buatan yang pernah diterapkan kurang terpelihara dengan baik. Kebanyakan danau buatan tersebut hanya digunakan untuk memandikan ternak. Selain itu, tak dilengkapi juga dengan sistem penyaringan untuk keperluan air minum. Hal lain yang tak kalah penting, warga masyarakat tak diberi tanggung jawab untuk memeliharanya. Akibatnya, banyak danau buatan hasil kerja sama tersebut yang sudah tak berfungsi lagi.

Belajar dari pengalaman tersebut, maka pembuatan embung atau danau buatan yang kini tengah digalakkan pemda NTT dilengkapi dengan berbagai sarana seperti sarana penyaringan air maupun sistem pengawasannya. Di sini warga diberi tanggungjawab untuk menjaganya. Sementara petugas dari Dinas Pekerjaan Umum hanya mengadakan pengawasan sistem kerja jaringannya dalam kurun waktu tertentu.

Dengan sistem ini air hujan yang turun selama musim penghujan antara tiga hingga empat bulan ditampung di danau buatan ini yang nantinya akan dialirkan kembali selama musim kemarau (sekitar sembilan bulan) untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga.

Kepala Pimpinan Proyek Pengembangan dan Konservasi Sumber Air Timor, Ir Yoppy Manudima kepada sejumlah wartawan Ibukota yang berkesempatan mengunjungi salah satu embung di desa Oeltua, Kabupatan Kupang belum lama ini menjelaskan debit air yang ditampung dalam embung ini sudah diperhitungkan dengan matang sehingga begitu selesai musim kemarau air pun habis dan siap untuk menampung air baru dari curah hujan.

Perlu 2.700 Embung

Demikian pula higenitas air sudah diperhitungkan dengan matang dan diberi alat penyaring sehingga tak mengganggu kesehatan masyarakat.

Sedangkan besar kecil ukuran pembuatan embung menurut Ir Yoppy, sangat didasarkan atas kebutuhan warga sekitarnya. "Jadi sebelum embung dibangun terlebih dahulu dihitung berapa jumlah kebutuhan warga yang ada di sekitar embung tersebut. Berdasarkan perhitungan itu kemudian baru dibangun embung," paparnya.

Sejak kehadiran embung di sana, warga desa Oeltua tidak perlu lagi berjalan kaki untuk mendapatkan air bersih karena air dialirkan lewat pipa ke bak penampungan yang berada di dekat pemukiman mereka.

"Sekarang bukan saja kebutuhan air bersih untuk minum, masak dan mandi bisa tercukupi. Kami juga bisa menanam tanaman palawija di pekarangan kami yang mana hal ini tak pernah kami lakukan sebelumnya. Dengan menanam sayur-sayuran kami bisa meningkatkan pendapatan keluarga," ujar mereka.

Untuk mengatasi masalah air bersih, pemda NTT merencanakan membangun 2.700 unit embung dalam PJP II ini. Dana pembiayaan embung diambil dari dana APBN, APBD tingkat I dan II serta dana bantuan dari luar negeri baik hibah maupun kerja sama.

Diharapkan dengan pembangunan 2.700 unit embung di seluruh wilayah NTT maka masalah kekeringan yang selama ini menjadi musuh bebuyutan dan bayang-bayang yang paling menakutkan warga tak akan terjadi lagi. (N-3)


The CyberNews was brought to You by the OnLine Staff
Last modified: 9/2/97