Ada gereja tua yang biasa disebut Gereja Menggelama, kini menjadi inventaris Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT). Demikian pula bangunan kantor controleur Belanda yang kini menjadi kantor Pembantu Bupati Kupang untuk wilayah Rote Ndao. Dan rumah pejabat Belanda yang kini dimanfaatkan menjadi rumah jabatan Pembantu Bupati Kupang Wilayah Rote-Ndao. Juga sejumlah kantor dan rumah jabatan pejabat pemerintah lainnya.
Menurut Pembantu Bupati Kupang Wilayah Rote-Ndao, Benyamin Messakh, kota Ba’a meskipun kecil sejak dulu sudah tercatat dalam peta. Hanya saja pulau terselatan Indonesia itu disebut sebagai pulau Roti oleh orang Belanda. Latar belakang dan asal-usul sebutan Roti dalam peta dan Rote dalam ucapan sehari-hari saat tidak diketahui secara pasti. Ada yang memperkirakan perubahan huruf ‘i’ dan ‘e’ itu, karena keterbatasan dalam ucapan orang Belanda.
Catatan waktu sejarah kehadiran Belanda di Pulau Rote cukup beragam. Namun umumnya menyebut abad ke- 17, yakni tahun 1630, Belanda sudah berhubungan dengan penduduk di Pulau Rote. Pada waktu itu ada tiga raja dari Rote menuju Batavia (kini Jakarta) menemui Gubernur Belanda, dan kembali membawa masuk agama Kristen dan pendidikan ke Rote. Dari sinilah menjadi salah satu cikal bakal lahirnya GMIT.
Dalam perkembangannya, Belanda akhirnya mendirikan sekolah untuk calon guru dan pendeta pribumi (STOVIL) di Desa Mokdale, Ba’a. Sayangnya, situs bekas bangunan STOVIL yang kini letaknya di belakang kantor Kejaksaan Negeri Kupang Cabang Ba’a itu sama sekali tidak ada yang memperhatikannya.
Dalam peta pendidikan pamong praja Belanda, masih menurut Benyamin Messakh, pulau Rote merupakan ajang sekolah untuk melatih para pamong praja muda Belanda. Pamong praja muda Belanda diuji terlebih dahulu di Rote, sebelum ditempatkan di seluruh wilayah kekuasaan Belanda lainnya Indonesia. Jika berhasil di Rote, pamong praja itu diyakini akan berhasil memimpin di daerah lain.
Ihwal Rote menjadi ajang ujian pamong praja Belanda itu berkaitan dengan watak orang Rote yang pandai bersilat lidah, dan suka menguji kemampuan orang lain, terutama para pejabat baru. Pejabat baru biasanya langsung disodori masalah yang membutuhkan penyelesaian. Ada yang sungguh masalah yang sedang dihadapi, tetapi kerap pula orang Rote sengaja membuat masalah untuk menguji sejauhmana pejabat baru itu layak menjadi pemimpin. Jika pejabat baru itu dinilai gagal, maka orang Rote tidak akan menaruh respek.
Kisah ketangkasan berpikir orang Rote, kerap diungkapkan dalam bentuk negatif oleh para pejabat Belanda, bahwa orang Rote ‘kepala batu’ alias keras kepala dan suka melawan. Citra ini antara lain yang masih kuat dalam ingatan Heynen, salah seorang controleur yang pernah bertugas di Rote.
Dua tahun lalu, kata Benyamin Messakh, ada seorang perempuan Belanda mengunjungi rumah jabatan Pembantu Bupati Kupang Wilayah Rote-Ndao, bekas rumah jabatan controleur. Wanita itu bernama Mariana Heynen, puteri dari controleur Heynen, yang lahir di Ba’a-Rote. "Mariana mengaku dalam dokumen-dokumen pribadinya dia selalu menulis tempat kelahirannya di Ba’a, dan sangat bangga menjelaskan dimana letak kota Ba’a, bila ada yang bertanya karena merasa aneh dengan nama itu," kata Messakh.
Mariana mengunjungi rumah itu untuk bernostalgia. Di rumah itulah, ia dilahirkan dan menghabiskan masa kanak-kanak. Ayahnya Controleur Heynen diperkirakan bertugas di Rote sekitar tahun 1930-an. Dia meminta izin memasuki satu persatu ruangan dalam rumah tersebut. Saat berada di salah satu kamar bangunan tua itu, Mariana terharu dan menangis.
Benyamin Messakh dan keluarganya sempat bingung dan takut jika terjadi sesuatu dengan Mariana. Ternyata, Mariana mengaku kamar itu adalah kamarnya dulu dan mengatakan banyak yang sudah berubah dari rumah itu.
Ketika itu Mariana menanyakan pada Benyamin Messakh apakah orang Rote masih keras kepala seperti dulu? Pertanyaan Mariana itu ada hubungannya dengan julukan yang diberikan bapaknya. "Waktu masih remaja, kalau Mariana bandel, bapaknya bilang kamu keras kepala seperti orang Rote," kata Messakh mengisahkan pengakuan Mariana. (evy harzufri/bersambung)